Cerita Indah dan Cerita Kacau


Ini masih lanjutan tulisan sebelumnya, tentang hidup baru yang bahagia bersama keluarga kecil saya. Beberapa hari lalu, ada dua orang teman yang telpon menyampaikan keinginannya untuk main kerumah, dengan alasan ingin tahu. Sebagai teman yang baik, saya persilakan. Ya, hitung-hitung juga sebagai media silaturrahim.

Singkat cerita, mereka saya layani dengan baik meski menerima suguhan seadanya. Segelas teh hangat dan beberapa bungkus roti yang sengaja istri belikan diwarung sebelah. "Kasihan kak, kalo cuma teh saja.." Begitu alasannya.. Meski dengan suguhan yang seadanya, kami asyik ngobrol banyak hal. Saya banyak bercerita tentang kehidupan setelah menikah, karena kebetulan pertanyaan mereka lebih banyak mengarah pada tema ini. Maklum, mereka berdua masih belum menikah.

Selain tema tentang pernikahan, kami juga berbicara banyak tentang suasana rumah saya. Rumah yang berdiri diatas pegunungan, memiliki halaman jalan pantura serta tebing gunung yang curam pas berada dibelakang rumah. Ketidak lancaran air bersih juga masuk dalam pembicaraan asyik ini.

Selang sejam berlalu, tanpa sepengeahuan saya, istri tiba-tiba mengeluarkan beberapa mangkuk mi goreng. Sekali lagi, dia berkomentar seperi saat mengeuarkan beberapa bungkus roti. Apalah mau dikata, ya saya persilakan teman saya untuk menikmati semangkuk mi goreng yang sekali lagi hanya suguhan seadanya.

Makan selesai, kami kembali lagi ngobrol banyak hal. Pekerjaan, keadaan pesantren, dan persiapan ujian semester ganjil juga kami bicarakan. Karena kebetulan mereka berdua adalah panitia inti pelaksanaan ujian, ketua panitia dan bendahara.

Setelah hampir dua jam, mereka pamit pulang dan saya juga tak dapat mencegah lagi. Karena memang waktu yang sudah sangat sore. Belum lagi cuaca yang tak mendukung memperkuat alasan mereka untuk pulang.

Setelah mereka pulang, keadaan rumah kembali lagi ke semula. Ibu mertua sibuk dengan cuciannya, sementara saya dan istri siap-siap untuk sahlat maghrib.

**Oke, sip.. Ini saya anggap sebagai cerita indah, dan berikut cerita kacaunya..

Selang beberapa hari, ketika baru selesai apel pagi di kantor saya mendapat perlakuan yang saya rasa sangat tidak mengenakkan hati. Jadi ceritanya begini, saat selesai apel pagi biasanya guru yang tidak memiliki jam pertama tetap duduk dimeja kerjanya masing-masing. Ada yang sibuk dengan pekerjaannya dan ada juga yang hanya bincang-bincang dengan guru yang lain.

Sejak dari awal kerja disini, saya memang sudah tidak suka [maaf] pada seorang teman kerja. Sebut saja namanya (M). Banyak hal yang membuat saya tidak menyukainya. Sikap, sifat, cara berbicara, kesombongan dan semuanya. Kadang membuat saya risih sendiri ketika dia berbicara dibalut dengan kesombongannya yang khas. Berdasarkan observasi kecil-kecilan dan secara tertutup yang saya lakukan, ternyata bukan hanya saya saja yang tidak menyukainya. Hampir semua teman kantor tidak menyukainya!
Segera berikan hidayah menuju jalan yang benar teman saya ini ya, Allah...

Nah, masalahnya adalah pada pagi itu. Ketika tanpa sengaja saya lewat didepan meja kerjanya yang kebetulan juga ada sebagian guru (termasuk dia juga) sedang ngomongin tentang kurikulum. Saya ikut nimbrung juga, karena sedang tidak ada pekerjaan.

Baru sekitar sepuluh menitan saya duduk, si M itu bertanya, "Katanya kemaren MT dan FB kerumahmu?" Semua perhatian beralih pada obrolan kami.
"Iya, ingin tahu katanya. Sekalian silaturrahim.." Saya jawab sekenanya..
"Kamu kok betah tinggal disana?" Pertanyaan ini membuat saya tak enak diri. Tak ada masalah dengan pertanyaannya, hanya saja yang jadi masalah adalah cara bertanya-nya. Terasa sekali kalau dia bukan hanya sekedar bertanya, melainkan sedang mengejek.
"Wah.. Begitu kalau belum menikah memang pak! Pertanyaannya aneh. Kalau sudah tinggal sama istri, mau hidup dimana saja pasti betah. Coba tanya Pak itu, yang pernah ngalamin. Sampean kalau mau nanya pikir-pikir dulu! Jangan seenaknya saja.." Saya menjawabnya dengan nada agak tinggi, sebal...
"Iya betulllll!!!" Jawab bapak yang saya tadi tunjuk menjawab dengan keras.

SKAK MAK!

Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut sombongnya! Dia main nylonong saja keluar dari ruang guru..

Begitulah sikap dan sifat teman saya Pak M. Berbicara atau bertanya seenak dan sekenannya terus jika sudah terbukti salah main kabur saja. Sekali lagi, tunjukkan dia kejalan yang lurus ya, Allah...

Pertanyaannya memang tak salah, karena maklum dia belum menikah diusia yang hampir menginjak 37 tahun. Barangkali dia penasaran atau hanya ingin tahu saja. Cuma karena memang gaya bertanyanya yang kelewatan, akhirnya membuat pagi saya kacau!

Ayo, Pak M.. Menikahlah! Siapa tahu nanti kau bisa berubah.. Hehehe

**Sekian..
Bukan maksud menceritakan kejelekan orang lain, hanya sekedar berbagi cerita indah dan cerita kacau. Hehehe 
JANGAN LUPA, BAGIKAN TULISAN INI
TULISAN MENARIK LAINNYA

3 Komentar untuk Tulisan
"Cerita Indah dan Cerita Kacau"

  1. Benar kena skak tuh, mas. kalau sekarang disebutnya "mak jleb", hohoho. cerita kacaunya jadi pengingat kita, bahwa kita perlu kesantunan bertanya dan tidak dengan perendahan.

    BalasHapus
  2. Hahah.. Tetep aja ada manusia reseh di mana-mana ya, Bang.. :D

    BalasHapus
  3. gpp mas digituin, biar sesekali nggak biasa menghina orang...orang seperti itu sesekali harus dikasih pelajaran, biar anteng mulutnya :)

    BalasHapus