Andai Oknum POLRI seperti Bajirau Singham

Akhir-akhir ini sering kita melihat, membaca dan mendengar para pejabat negara kita ramai-ramai tersangkut atau disangkut-sangkutkan kasus korupsi. Semua media berlomba untuk memberitakannya, dan kasus korupsi menjadi headline news paling populer. Bersiaplah untuk kalah rating-nya bagi media jika tidak mengangkat kasus korupsi.

Belum selesai kasus korupsi, seminggu ini kita disuguhkan berita yang lebih mengerikan dan memilukan. Dua orang aktifis tolak tambang pasir Lumajang dianiaya dan disiksa hingga merenggut satu nyawa. Salim Kancil, adalah korbannya. Ia harus kehilangan nyawa karena kebiadaban orang-orang tak bertanggung jawab. Sementara Tosan, harus dirawat secara insentif di rumah sakit karena menderita luka yang sangat parah.


Yang menjadi perhatian saya dari dua kasus ini adalah, keterlibatan pemimpin dan aparat penegak hukum-meski hanya biasa disebut 'oknum'-. Ya, hanya oknum saja, karena masih banyak lagi pemimpin dan aparat penegak hukum yang tidak terlibat, dan tentu mereka jauh lebih baik dari oknum itu sendiri.

Pada kasus korupsi misalkan, ketika seorang pejabat divonis melakukan tindak pidana korupsi maka ia diberi hukuman yang menurut saya ringan. Pak Gayus, dia terbukti merugikan negara milyaran rupiah karena prilakunya menggelapkan pajak. Tapi hukumannya apa coba? Kabarnya, dihukum 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun. Kasus ini terus saja bergulir, dirubah, dicabut dan bahkan berita terbaru Pak Gayus ketahuan makan disebuah restoran. Lalu, adakah pejabat yang terlibat? Ada! Apakah mereka pejabat negara? Ya, Pak Gayus bekerja sama dengan pejabat negara dalam misi korupsinya.

Kita tinggalkan kasus Pak Gayus dan pindah ke Lumajang, kasus penambangan pasir ilegal yang merenggut nyawa Salim Kancil dan mencedrai Tosan. Dari kasus ini, kita bisa melihat bagaimana biadabnya Haryono selaku Kepala Desa Selokawar-awar. Dia dengan gagahnya menyuruh belasan 'pembunuh' untuk menganiaya Salim dan Tosan. Ironisnya, kantor yang menjadi tempatnya berkerja dijadikan tempat pembunuhan ini. Betapa kejamnya Pak Haryono. Berita terbaru, tersangka dari kasus penambangan pasir ilegal dan penganiayaan dua aktifis lingkungan ini berjumlah 37 orang, dan ada kemungkinan untuk terus bertambah.

Yang tambah ironis lagi adalah keterlibatan para pejabat dan kepolisian. 3 orang dari kepolisian telah diperiksa dan semoga, mereka bukan tersangka. Karena jika jadi tersangka akan semakin memperburuk citra kepolisian tanah air. Kenapa? Ini adalah bukti bahwa polisi membiarkan penambangan liar dan penganiayaan aktifis. Sudah menerima laporan kalau warganya ada yang terancam akan dibunuh masih dibiarkan, saat kejadian penganiayaan-pun, melintas mobil patroli polisi tapi lagi-lagi kejadian ini dibiarkan. Lalu, dimana slogan 'Melindungi dan Melayani'-nya?

Dua kasus diatas merupakan bagian kecil dari kasus-kasus lain yang melibatkan pejabat negara terutama polisi. Ada banyak kasus lagi yang mungkin tidak saya ketahui. Dari dua kasus ini, kemudian saya jadi teringat sebuah filem bollywood "SINGHAM" yang pernah saya tonton. Andai saja semua polisi kita, terutama yang biasa disebut oknum bisa seperti Bajirau Singham (Ajay Devgn), niscaya tidak akan ada kasus korupsinya Pak Gayus, Salim Kancil tidak akan kehilangan nyawa karena kebiadaban pemimpin dan pembiaran polisi serta Tosan juga tidak akan mengalami cedera berat. Oknum-oknum polisi tak bertanggung jawab pun pasti tidak akan kita jumpai.

Gambar dari http://www.dvdplanetstore.pk/
Ya, filem ini buat saya sarat akan pesan moral tentang begitu pentingnya sebuah perjuangan melawan koruptor dan pejabat yang menyalahkan wewenang. Singham mulanya seorang polisi desa yang selalu menyelesaikan masalah-terutama kriminal-dengan cara kekeluargaan. Masalah besar berawal dari kedatangan anak buah Shaikant Jikre (politikus mafia) untuk penandatanganan persetujuan bebas bersyarat. Tapi Singham menolak dan meminta Shaikant untuk datang sendiri. Malang bagi Singham, ia harus dimutasi ke Goa karena ia tak menerima persetujuan yang diajukan Shaikant. 

Di wilayah Goa, Singham menggantikan inspektur yang sebelumnya tewas bunuh diri karena tersangkut kasus korupsi. Dimutasinya Singham hanya permainan apik Shaikant saja, ia balas dendam karena merasa dilecehkan saat penandatanganan persetujuannya ditolak.

Setelah beberapa hari bertugas diwilayah ini, Sigham sadar jika ternyata semua unit kepolisian tunduk pada kekuasaan Shaikant. Ya, dia dengan mudah dan enaknya menjalankan bisnis ilegal, yang semua biaya operasionalnya memanfaatkan kejahatan pemerasan dan penculikan. Jika ada dari polisi yang menentangnya, maka bersiaplah untuk ditekan dan diteror habis-habisan untuk pergi atau bunuh diri seperti inspektur yang digantikan Singham.

Kenyataan ini membuat Singham marah besar, dengan modal keberanian dan tekad yang bulat dia mengguncang dan merombak seluruh sistem kepolisian diwilayah kekuasaan Jaikant ini. Dia beraksi sendirian dalam membumi musnahkan kekuasaan Jaikant meski dalam teror besar dan berkepanjangan, teror ini berujung pada penculikan adik perempuan kekasihnya.

Salah satu adegan Singham saat mengejar mafia


Citra kepolisian yang korupsi menjadi topik yang sering difilimkan di India. Meski tak jauh berbeda dengan Indonesia, di India praktek korupsi adalah hal yang biasa terjadi dan sistematik. Korupsi dianggap bukan lagi sebuah pelanggaran hukum, tapi dianggapnya hal yang lumrah, hal yang biasa terjadi. Bila ada uang, jangan berharap hukum akan ditegakkan, melainkan ia akan dikubur dalam-dalam. Nah, di filem ini masalah korupsi dihangatkan kembali dan dihidupkan lewat akting yang sempurna.

Di filem ini penonton akan disuguhkan karakter Singham (Ajay Devgan) yang sangat cool dan terkesan kampungan (maklum polisi desa). Karena ada unsur komedinya, maka kita akan menjumpai visualisasi otot yang kekar dan adegan slow motion yang nyaman untuk ditonton. Lawan mainnya juga tak kalah menarik yaitu Prakash Raj yang berpesran sebagai Jaikant Shikre. Karakter antagonis tertanam dengan baik pada dirinya yang arogan dan sok kejam. Durasi 143 menit tak terasa karena filem ini dibalut dengan sentuhan komedi yang sangat kuat.

Masalah korupsi dan kebiadaban pemimpin sangat cocok dengan negeri kita saat ini. Ya, seperti yang telah saya ceritakan diawal, negeri kita darurat korupsi dan penyalahgunaan wewenang pemimpin. Karena hanya masyarakt biasa yang tak bisa berbuat apa-apa akan masalah ini, maka dari pada mencibir mereka, saya lebih baik menertawakannya lewat filem Singham ini. Karena kalau di Indonesia kasus korupsi hanya akan berujung pada benang putus tanpa solusi, sementara difilem ini Singham berhasil menyelesaikan semua problem dengan caranya sendiri.

Postingan ini diikutsertakan dalam Evrinasp Second Giveaway: What Movie are You?
JANGAN LUPA, BAGIKAN TULISAN INI
TULISAN MENARIK LAINNYA

4 Komentar untuk Tulisan
"Andai Oknum POLRI seperti Bajirau Singham"

  1. Mnarik cerita tentang polisi...laen dari yg laen

    BalasHapus
  2. Kapan ya semua pejabat di negeri bersih semuanya dan tidak merampok lagi uang rakyat atau memakan uang suap.

    BalasHapus
  3. apalagi katanya KPK mau ada wacana dibubarkan ya, tambah parah deh, enaknya di film ya itu aada ending jelasnya, makasih atas partisipasinya ya

    BalasHapus
  4. Polisi 'bersih' seperti ini yang kita butuhkan yaaa.. Sukses GAnyaaa

    BalasHapus